Efek

Wednesday, May 6, 2015

SEJARAH TADWIN HADITS DAN PROBLEMATIKANNYA





SEJARAH TADWIN HADITS DAN PROBLEMATIKANYA

OLEH :
MUHRIAN NOOR, S.Ag



 PENDAHULUAN

Seluruh Kaum muslimin meyakini bahwa Al-Hadits merupakan sumber hukum kedua sesudah al-Qur’an. Keberadaannya merupakan realisasi dari ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur’an. Hal ini karena tugas Rasulullah SAW adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-Qur’an. Sedangkan al-Hadits pada  hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Qur’an itu sendiri.
Secara historis perjalanan hadits tidaklah sama dengan perjalanan al-Qur`an.  Dimana Al-Qur`an sejak awalnya sudah diadakan pencatatan secara resmi oleh pencatat wahyu atas petunjuk dari Nabi SAW, dan tidak ada tenggang waktu antara turunnya wahyu dengan penulisannya, maka tidak demikian halnya dengan hadits. Dimana al hadits pada masa Nabi SAW belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa pentingnya untuk melakukan penulisan karena mengingat Nabi SAW masih berada ditengah-tengah mereka dan masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan segala sesuatu. Walapun pada kenyataannya ada beberapa sahabat yang menuliskan hadits karena mendapat izin dari Nabi SAW sendiri.
Berita tentang perilaku Nabi Muhammad Saw baik berupa ucapan, perbuatan maupun sikapnya (taqrir) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi’in. Berita tersebut disampaikan lagi kepada murid-muridnya dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi’it tabi’in dan seterusnya hingga sampai kepada pembukuan hadits ( mudawwin).

Penulisan hadits pada masa Rasulullah SAW tidak diperbolehkan secara resmi karena dikhawatirkan tercampur dengan wahyu al Qur’an yang diturunkan pada saat itu, walaupun sebagian kecil shahabat ada yang diperbolehkan untuk mencatatnya, oleh karena itu tidak banyak ditemukan tulisan-tulisan hadits pada masa itu, dan setelah berselang waktu yang cukup lama sampai kepada generasi tabiin baru dimulainya pembukuan atau penulisan (tadwin) hadits.
Dua hal tersebut di atas, dapat menimbulkan perdebatan dan pertentangan dikalangan  umat islam sendiri bahkan bagi kaum oreantalis barat yang meragukan keotentisan penulisan atau pembukuan al Hadits di masa Rasulullah SAW, para Shahabat, Tabiin dan seterusnya.
Untuk membuktikan keotentisan penulisan atau pembukuan al hadits yang dijadikan sebagai sumber hukum islam yang kedua sesudah al Qur’an, dan menjawab dari tantangan dan pertentangan dimaksud, maka perlu dijelaskan bagaimana perjalanan penulisan atau pembukuan al Hadits beserta permasalahan yang ada di dalamnya sejak masa Rasulullah SAW sampai kepada generasi tabiin dan seterusnya, sehubungan dengan itu makalah yang akan diuraikan nanti diberi judul SEJARAH TADWIN HADITS DAN PROBLEMATIKANYA.






PENGERTIAN SEJARAH TADWIN HADITS.
           
Sebelum melangkah lebih jauh dalam uraian akan datang dan tidak menyimpang jauh dari tema judul yang akan dikemukaan dalam makalah ini, perlu terlebih dahulu mengetahui apa pengertian dari Sejarah Tadwin Hadits.
            Adapun pengertian dari masing-masing kata antara lain :
1.      Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi 1.
2.      Tadwin asal katanya adalah Dawwana yang mengandung arti menulis atau mencatat2.
3.      Hadits menurut bahasa adalah lawan dari yang lama, menurut istilah ialah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau penetapannya3.
Dari ketiga pengertian di atas, maka yang di maksud dengan Sejarah Tadwin Hadits ialah ilmu yang membicarakan masa lalu manusia yang menulis atau mencatat apa yang diucapkan, diperbuat atau penetapan yang berasal dari Nabi SAW.



___________________
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah, Wikipedia Bahasa Indonesia.
2. Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, hal.469
3. Mushthalah al Hadits



SEJARAH TADWIN HADITS DAN PROBLEMATIKANNYA.
            Sejarah perjalanan penulisan sampai pembukuan hadits telah melewati waktu yang panjang dan mengalami berbagai problematika yang rumit. Untuk lebih jelasnya sejarah tadwin hadits ini beserta problematikanya akan diuraikan berdasarkan perperiode dari periode Rasulullah SAW., shahabat, sampai tabi’in dan seterusnya. 

A.    PERIODE RASULULLAH SAW
Ketika Rasulullah SAW berada ditengah-tengah kaum muslimin pada periode ini terutama para shahabat tidak mendapatkan kesulitan yang berarti dalam memecahkan suatu permasalahan dikalangan umat islam karena permasalahan tersebut dapat langsung ditanyakan kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu apa yang diucapkan, yang diperbuat dan yang ditetapkannya terekam dalam bentuk hafalan bukan dengan tulisan, sekalipun ada diantaranya para shahabat menulis hadits pada masa ini.
Dalam penulisan hadits Rasulullah SAW menginstruksikan kepada para shahabat untuk tidak menulisnya secara resmi akan tetapi diperbolehkan untuk menghafalkannya saja. Hal ini dapat digambarkan dalam sabdanya :
لاتكتبوا عنى ومن كتب عنى غير القران فليمحه وحدثوا عنى ولاخرج ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار (رواه مسلم).4
“Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al Qur’an, hendaklah dihapus, ceritakan saja apa yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. (HR. Muslim).
____________________
4 Shahih Muslim

            Hadits tersebut di atas, jelas menegaskan adanya larangan penulisan hadits dan sebaliknya tidak terdapat larangan untuk menghafalnya, lagi pula kegiatan menghafal adalah merupakan budaya bangsa arab yang telah diwarisinya sejak praIslam dan mereka terkenal kuat hafalannya5 .
            Sekalipun ada larangan dari Rasulullah SAW untuk menulis hadits akan tetapi ada diantara para shahabat yang menulis hadits yang secara khusus dan diizinkan oleh Rasulullah SAW bahkan selain para shahabat, Rasulullah SAW sendiripun pernah menulisnya dengan terbukti ditemukannya dokumen-dokumen. Banyak sumber yang menjelaskan tentang adanya dokumen-dokumen hadits yang dibuat secara resmi berdasarkan instruksi dan inisiatif Nabi SAW, khususnya dalam kapasitas beliau sebagai kepala Negara atau pemimpin masyarakat. Selain itu, pada saat yang sama juga ditulis beberapa dokumen hadits oleh shahabat-shahabat tertentu atas inisiatif sendiri6.
            Banyak dokumen-dokumen yang datangnya dari Nabi SAW dan juga para shahabat, seperti kitab as shadaqah, shahifat al Madinah, naskah perjanjian Hudaibiyah, surat-surat Nabi SAW dan dokumen-dokumen lainnya.
            Dengan demikian jelaslah bahwa pada periode ini telah terbukti adanya tulisan-tulisan berupa dokumen baik dari para shahabat ataupun Nabi SAW sendiri dan dari sinilah dapat dijadikan tonggak permulaan dalam penulisan atau pembukuan hadits Nabi SAW.

____________________
5 H. Munzier Suparta,MA,Dr,. Ilmu Hadits, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
6 Saifuddin.M.Ag. Dr, Tadwin Hadis,Antasari pers, 2008, hal.116

B.     PERIODE SHAHABAT
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa sikap shahabat terbagi menjadi dua kelompok ketika dihadapkan pada persoalan penulisan hadits. Sebagian shahabat memang dikabarkan tidak menyetujui penulisan hadits,  namun sebagian lagi justru membolehkannya. Ibnu al Shalah dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa kelompok shahabat yang tidak menyetujui penulisan hadits adalah Umar ibn al Khaththab, Ibnu Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al Asy’ariy, Abu Sai’id al Khudriy, dan lainnya. Sedangkan kelompok shahabat yang membolehkan penulisan hadits adalah Aliy ibn Abi Thalib, al Hasan ibn Aliy, Anas ibn Malik dan lainnya7.
Sikap yang diperlihatkan oleh para shahabat dalam hal penulisan hadits ini tidaklah bersifat permanen, tetapi hanya temporer. Pasalnya, menurut sebagian sumber, beberapa shahabat yang semula melarang penulisan hadits, pada akhirnya membolehkan juga ketika illat (alasan hukum) dari pelarangan itu sendiri sudah tidak ada lagi8.
Melihat kenyataan diatas jelaslah bahwa para shahabat berbeda pendapat dalam hal boleh tidaknya penulisan hadits, akan tetapi pada akhirnya secara umum para shahabat tidak melarang penulisan hadits, hal ini terbukti telah banyak banyak ditemukan dokumen-dokumen tertulis hadits.



__________________
7. Ibrahim Dasukiy al Syahawiy, Mushthalaah al Hadits, hal 130.
8. Saifuddin.M.Ag. Dr, Tadwin Hadis,Antasari pers, 2008, hal.140


Dokumen-dokumen yang ada pada pada para shahabat ,antara lain :
a.       Al Shahifat al Shadiqah
Ditulis oleh Abdulla ibn Amr (w. 63 H)9
b.      Shahifat ‘aliy ibn Abi Thalib dan al Shahifat al Jami’ah
Ditulis Aliy ibn Abi Thalib (w. 40 H) 10
c.       Kitab al Fara’id
Kitab ini ditulis oleh Zaid ibn Tsabit (w. 45 H)11
d.      Shahifat Hasan ibn ‘Aliy
Hasan ibn Aliy (w. 50 H)12
e.       Shahifat Jabir ibn Abdillah
Jabir ibn Abdillah (w. 78 H)13
f.       Nuskhat Samurah ibn Jundub
Samurah ibn Jundub14
g.      Kitab dan Mushhaf Fathimah al Zahra
Fatimah al Zahra (w. 11 H)15
h.      Dokumen-dokumen lainnya16



___________________
9. Ibid, hal. 142
10. Ibid, hal. 145
11. Ibid, hal. 150
12. Ibid, hal. 151
13. Ibid, hal. 152
14. Ibid, hal. 153
15. Ibid, hal. 154
16. Ibid, hal. 155


C. PERIODE TABI’IN
            Pada dasarnya periode ini tidak jauh berbeda pandangan dengan periode shahabat dalam hal boleh atau tidaknya penulisan hadits. Diantara  para tabiin ada yang tidak menyetujui penulisan hadits dan ada pula yang memperbolehkan penulisan hadits, mereka yang tidak menyetujui adalah Ubaidah ibn ‘Amr al Salmaniy (w. 72 H), Ibrahim ibn Yazid al Taimiy (w. 92 H), Jabir ibn Zaid (w. 93 H), dan Ibrahim al Nakha’iy (w. 96 H). Dan yang membolehkan penulisan hadits adalah Sa’id ibn Jubair (w. 95 H), Sa’id ibn al Musayyab (w. 94 H), Umar ibn Abd al Aziz (w. 101 H), ‘Amir al Sya’biy (105 H), al Dlahhak ibn Muzahim (105 H), al Hasan al Bashriy (w. 110 H), Mujahid ibn Jabr (w. 114 H), Raja’ibn Haiwah (w. 112 H), ‘Atha’ ibn Abi Rabah (w. 114 H), Nafi’ (w. 117 H), dan Qatadah al Saddusiy (w. 118 H) 17.
            Sikap yang ditunjukkan oleh para tabiin secara umum melarang penulisan hadits akan tetapi pada sisi lain secara khusus mereka memperbolehkan penulisan hadits, hal ini dikarenakan adanya sebab-sebab pelarangan penulisan hadits masih ada dan sebab-sebab pelarangannya sudah hilang.
            Hasil karya para tabiin dalam bentuk dokumen-dokumen ditulis lebih banyak jumlahnya dari pada periode para shahabat. Dokumen-dokumen hadits yang ditulis dikalangan tabiin antara lain :
a.       Shahifat Sa’id ibn Jubair
Sa’id ibn Jubair (w. 95 H)18

________________________________
17  al Umariy, Tarikh al Sunnat, h. 296
18  Saifuddin.M.Ag. Dr, Tadwin Hadis,Antasari pers, 2008, hal.158


b.      Shahifat Sulaiman ibn Qais al Yasykuriy
Sulaiman ibn Qais (w. 75 H)19
c.       Shahifat ibn ‘Aliy ibn Abi Thalib – ibn al Hanafiyah
Muhammad ibn Aliy – ibn al Hanafiyah (w. 81 H)20
d.      Kitab Muhammad ibn ‘Aliy al Baqir
Muhammad al Baqir (w. 114 H)21
e.       Musnad Imam Zaid
Zaid ibn aliy (w. 122 H)22
f.       Shahifat Hammam ibn Munabbih
Hammam ibn Munabbih (w. 131 H)23.
g.      Dokumen Resmi Umar ibn Abd al Aziz24.

D. PERIODE ATBA’ AT TABI’IN
            Mulai periode atba’ at tabi’in ini, sejarah kompilasi dan kodifikasi (tadwin) hadis memasuki tahap perkembangan yang sangat penting. Tidak seperti halnya tadwin hadis pada periode-periode sebelumnya yang umumnya dilakukan secara acak, tanpa upaya klasifikasi dan sistematisasi, pada periode atba’ at tabi’in, khususnya sejak pertengahan abad II H, telah dimulai dilakukan kompilasi dan kodifikasi hadis secara sistematis berdasarkan bab-bab atau subjek-subjek tertentu (tashnif) 25.
________________________
19 Ibid, hal.158
20 Ibid, hal.159
21 Ibid, hal.160
22 Ibid, hal.161
23 Ibid, hal.164
24 Ibid, hal.165
25 Ibid, hal.170

Karya-karya yang ditulis oleh para atb’ at tabi’in merupakan awal peng-klasifikasian hadits dan disusun secara sistematis dari hasil karya-karya tulis yang terdapat pada karya-karya tulis pada masa periode at tabi’in yang disusun secara acak, hal ini menunjukkan bahwa diantara para atba’at tabi’in tidak terdapat lagi perbedaan pendapat tentang dilarang atau tidaknya menulis hadits.
             Adapun karya-karya kompilasi hadits yang ditulis secara sistematis, antara lain :
a. Muwaththa’ Malik26
b. Muwaththa’ ibn Wahb27
c. Musnad Abi Daud al Thayalisiy28
d. Mushannaf Abi al Razzaq29
e. Sunan dan Musnad al Syafi’iy30
f. Musnad Imam Musa ibn Ja’far al Kazhim31
g. Musnad Imam Aliy al Ridha32

E. PERIODE TABI’ AT BA’ AT TABI’IN
            Pada periode ini para tabi’ atba’ at tabiin proses kompilasi dan kodifikasi (tadwin) hadits ditulis lebih sistematis dari sebelumnya, dan pada masa inilah mencapai puncaknya penulisan hadits secara sistematis dengan di tandai munculnya enam kitab hadits yang
_________________
26 Ibid, hal.172
27 Ibid, hal.175
28 Ibid, hal.175
29 Ibid, hal.177
30 Ibid, hal.178
31 Ibid, hal.179
32 Ibid, hal.180

dikenal dengan al Kutub al Sittah di kalangan Ahl Sunnah wa al Jama’ah, yakni ; Shahih al Bukhari (w. 256 H), Shahih Muslim (w. 261 H), Sunan Abu Daud (w. 275 H), Jami’ al Tirmidziy (w. 279 H), Sunan al Nasa’iy (w. 303 H), Sunan Ibnu Majah (w. 273 H) 33.(Abu Syubah, Fi Rihab al Sunnah, h. 42-142) Selain itu, masih ada banyak lagi kitab-kitab hadis lainnya, pada periode ini dikalangan Syi’ah muncul beberapa kitab hadits, seperti al Jami’ karya Ahmad ibn Muhammad ibn Abi Nashr (w. 221 H), al Jami’ karya Muhammad ibn al Hasan ibn Ahmad (w. 243 H), Jami’ al Atsar karya Yunus ibn Abd al Rahman, al Mahasin karya al Barqiy (w. 280 H), Basha’ir al Darajat karya al Shaffar al Qummiy (w. 290 H), dan Nawadir al Hikmah karya Muhammad ibn Ahmad ibn Yahya al Qummiy (w. sekitar 293 H)34.











___________________________
34 Ja’far al Subhaniy, Mausu’at Thabaqat al Fuqaha : al Muqaddimah, (qum :
     Mu’assasat al Imam al Shadiq, 1418 H), jilid II h. 358-359.


 PENUTUP
A.    Simpulan
Dari uraian makalah diatas, dapat disimpulkan antara lain :
1.      Al Hadits dapat dibuktikan keotentikannya dengan adanya dokumen-dokumen yang ditulis langsung Nabi SAW., shahabat, tabi’in sampai seterusnya.
2.      Perbedaan pandangan terhadap larangan penulisan terjadi pada periode Shahabat dan Tabi’in, sedang generasi seterusnya tidak mempermaslahkan adanya larangan selama illat (sebab) yang melarang sudah tidak ada lagi.
3.      Penulisan atau pembukuan (tadwin) hadits di masa periode Rasulullah SAW, shahabat dan Tabi’in secara terpisah atau susunan haditsnya secara acak
4.      Pada masa periode Atba’ Tabi’in penulisan atau pembukuan (tadwin) hadits dibuat secara sistematis dan lebih sistematis lagi pada periode Atba’ Atba’ Tabi’in.   
B.     Saran-saran
1.      Untuk lebih sempurnanya makalah ini, maka diharapkan sepada mahasiswa Pasca Sarjana S2 IAIN Antasari dapat mengkritisi dan memberikan masukan yang baik demi kepentingan bersama dalam memahami mata kuliah Ulumul Hadits.
2.      Digarapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadits tetap selalu membimbing agar tidak menyimpang dari sejarah yang sebenarnya yang terjadi dalam Islam.


VII. DAFTAR PUSTAKA

1.      http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah, Wikipedia Bahasa Indonesia.
2.      Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir.
3.      Mushthalah al Hadits
4.      Shahih Muslim
5.      H. Munzier Suparta,MA,Dr,. Ilmu Hadits, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
6.      Saifuddin.M.Ag. Dr, Tadwin Hadis,Antasari pers, 2008.
7.      Ibrahim Dasukiy al Syahawiy, Mushthalaah al Hadits.













16

No comments: