Efek

Thursday, January 26, 2017

PENDAPATAN NASIONAL



A.    Pendahuluan

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi (economic growth) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional (produksi nasional) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional (national income) ini merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu. Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Baik negara yang sedang berkembang maupun Negara-negara maju, semua mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam satu periode, biasanya satu tahun.
Arus pembayaran atas faktor produksi oleh sektor perusahaan, pemerintah, ataupun luar negeri merupakan pendapatan bagi parapemilik faktor produksi. Setiap orang akan memperoleh pendapatan karena membantu proses produksi.

B.     Definisi Pendapatan Nasional

Dalam analisis makro ekonomi selalu digunakan istilah “pendapatan nasional” atau “national income” dan biasanya istilah itu dimaksudkan untuk menyatakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara.  Definisi lain dari pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam satu tahun tertentu. Dalam system perhitungan pendapatan nasional, jumlah pendapatan itu dinamakan Produk Nasional Neto pada harga faktor atau secara ringkas disebut Pendapatan Nasional.[1]

C.    Sejarah Tercetusnya Pendapatan Nasional

Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.[2]

Perhitungan pendapatan nasional di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Semenjak pemerintahan Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II, perhitungan pendapatan nasional sudah dicoba, meskipun masih meliputi daerah-daerah kecil atau satu golongan masyarakat saja. pada permulaan abad ke-20 pemerintahan Hindia Belanda merasa khawatir dengan menurunnya tingkat kemakmuran orang-orang pribumi saat itu. Untuk mengetahui sebab-sebabnya dan menemukan cara-cara memperbaikinya, pemerintah Hindia Belanda mengangkat suatu komisi, yang diketuai oleh seseorang bernama Steinmetr. Komisi ini kemudian menerbitkan beberapa laporan yang satu diantaranya berisi perkiraan pendapatan dan belanja penduduk pribumi di Jawa dan Madura.[3]
Percobaaan kedua dalam menghitung pendapatan nasional dikerjakan tahun 1942 oleh J.W. Meier Ranneft dan W Huender sehubungan dengan keinginan pemerintah untuk mengetahui beban pajak atas penduduk pribumi. Beberapa tahun kemudian perhitungan ketiga dicoba oleh F.de M. van Ginkel untuk daerah-daerah di luar Jawa dan Madura. Antara tahun 1928 dan 1930 keluarlah empat laporan yang masing-masing meliputi propinsi-propinsi pantai Barat Sumatera, pantai Timur Sumatera, distrik Lampung, dan propinsi-propinsi lain.[4]
Percobaan perhitungan keempat dan lebih lengkap dilakukan oleh L. Goetzen untuk tahun-tahun 1926 hingga tahun 1932 meliputi seluruh penduduk  di seluruh Hindia Belanda. Perhitungan ini sudah lengkap baik golongan penduduk maupun daerahnya. Metode yang dipakainya berpengaruh atas perhitungan yang kemudian, yaitu perhitungan oleh J. J. Polak. Perhitungan Polak ini adalah yang terakhir sebelum Perang Dunia II, untuk tahun-tahun 1921-1939. Metode yag dipakai adalah metode menghitung produksi berdasar lapangan usaha. Metode ini juga yang hingga sekarang masih digunakan oleh BPS.[5]
Sehabis Perang Dunia II (sesudah Indonesia merdeka) percobaan menghitung pendapatan nasional dikerjakan oleh Dr. S. D. Neumark, penasehat PBB untuk pemerintah Indonesia, pada tahun 1951-1952. Sesudah Indonesia menjadi  anggota PBB kembali penasehat teknis PBB yang baru bernama C. Ross ditempatkan di BPS. Selama tahun-tahun ini diusahakan perbaikan-perbaikan pengumpulan data pokok dengan mengikuti pedoman-pedoman PBB. Hasilnya pada tahun 1970, BPS menerbitkan perhitungan pendapatan nasional untuk tahun-tahun 1960-1968. Sejak saat itu sampai sekarangBPS terus menerbitkan hasil perhitungan setiap tahun.[6]

D.    Istilah-Istilah dalam Pendapatan Nasional

1.      Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto/GDP)
Di negara-negara berkembang, konsep Produk Domestik Bruto adalah konsep yang paling penting dibandingkan konsep pendapatan nasional lainnya. Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu.[7]
Di dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain. Selalu didapati produksi nasional diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto atau dalam istilah Inggrisnya Gross Domestic Product (GDP), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.[8]
2.      Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP)
Produk Nasional Bruto (PNB), atau dalam bahasa Inggris disebut Gross National Product (GNP) adalah konsep yang mempunyai arti hampir sama dengan GDP. Dalam menghitung Pendapatan Nasional Bruto, nilai barang dan jasa yang dihitung dalam pendapatan nasional hanya barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung.[9]
Secara konsepsual, pendapatan warga negara Singapura yang berkerja di Indonesia dan perusahaan multinasional Jepang yang beroperasi di Indonesia tidak termasuk dalam Produk Nasional Bruto Indonesia. Tetapi sebaliknya, pendapatan pekerja-pekerja Indonesia yang berkerja di luar negeri termasuk dalam Produk Nasional Bruto Indonesia.[10]
3.      Produk Nasional Neto (Net National Product/NNP)
Produk Nasional Neto adalah pendapatan total penduduk suatu negara dikurangi berbagai pengeluaran atau kerugian akibat depresiasi. Depresiasi adalah penyusutan nilai karena pemakaian atas berbagai peralatan dan struktur ekonomi. Sebagai contoh, truk yang lama dipakai bisa rusak dan berkarat, atau bola lampu bisa putus setelah sekian lama digunakan. Dalam pembukuan pendapatan nasional yang disusun oleh Departemen Perdagangan Amerika Serikat, depresiasi disebut sebagai “konsumsi modal tetap” (consumption of fixed capital).[11]
4.      Pendapatan Perorangan (Personal Income)
Pendapatan perorangan adalah pendapatan yang diterima rumah tangga dan bisnis kecil (nonperusahaan). Pendapatan perorangan memasukkan pendapatan bunga atau keuntungan yang diterima rumah tangga atas kepemilikan mereka terhadap surat obligasi atau surat utang pemerintah, misalnya dalam bentuk Jaminan Sosial dan kesejahteraan.[12]
5.      Pendapatan Disposabel Perorangan (Disposable Personal Income)
Pendapatan disposabel perorangan adalah pendapatan rumah tangga dan bisnis nonperusahaan yang masih tersisa setelah mereka membayarkan kewajiban kepada pemerintah/negara (berupa pajak, cukai, dan pungutan resmi). Dalam kalimat lain, pendapatan perorangan yang dapat digunakan adalah pendapatan perorangan dikurangi pajak dan aneka pembayaran resmi non pajak (misalnya denda tilang, dll).[13]


E.     Perhitungan Pendapatan Nasional

1.      Cara Perhitungan Pendapatan Nasional
a.       Cara Perhitungan I : Cara Pengeluaran
Perhitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran membedakan pengeluaran keatas barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian kepada 4 komponen, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta (investasi) dan ekspor neto.[14]
Perhitungan Pendapatan Nasional Indonesia, 2002 (Triliun Rupiah)
Jenis Pengeluaran
Menurut Harga Berlaku
Menurut Harga Tetap 1993
Nilai
Persentasi
1.       Pengeluaran konsumsi rumah tangga
1.138,3
70,7
302,1
2.       Pengeluaran konsumsi pemerintah
132,1
8,2
35,3
3.       Pembentukan modal tetap domestik bruto
325,3
26,2
96,1
4.       Perubahan stok
-96,0
-6,0
-25,7
5.       Ekspor barang dan jasa
569,9
35,4
116,9
6.       Impor barang dan jasa
459,6
28,5
98,0
Produk Domestik Bruto (PDB)
1.610,0
100
426,7
7.       Pendapatan neto faktor dari luar negeri
-77,8
-4,8
-22,2
Produk Nasional Bruto
1.532,2
95,2
404,5
Dikurangi: pajak tak langsung
71,2
4,4
18,9
Dikurangi: depresiasi
80,5
5,0
21,3
Pendapatan nasional
1.380,5
85,8
364,3
            Sumber: Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2002.
Perhitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluran dilakukan dengan menjumlahkan nilai barang-barang jadi yang dihasilkan dalam perekonomian.[15]
b.      Cara Perhitungan II : Cara Produk Neto
Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara kedua untuk menghitung pendapatan nasional ini adalah cara menghitung dengan menjumlah nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perekonomian.[16]
           
Contoh menghitung nilai tambah:
Jenis Kegiatan
Nilai penjualan (ribu rupiah)
Nilai tambah (ribu rupiah)
1.      Mengambil kayu hutan
50
50
2.      Menggergaji papan
200
150
3.      Membuat perabot
600
400
4.      Menjual perabot di toko
800
200
Jumlah nilai penjualan dan nilai tambah
1.650
800
           
Dengan demikian jumlah nilai tambah yang diwujudkan oleh keempat kegiatan itu adalah Rp. 800.000. Pengeluaran konsumen untuk membeli perabot ini adalah Rp. 800.000 juga. Ini berarti dalam perhitungan menurut cara produk neto, nilai pendapatan nasional yang disumbangkan berbagai kegiatan di atas sama dengan dalam perhitungan menurut cara pengeluaran.[17]
Perhitungan pendapatan nasional menurut cara produk neto:
Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha, 2002 (Triliun Rupiah)
Lapangan usaha
Menurut harga berlaku
Harga tetap tahun 1993
Nilai
Persentase
Nilai
Presentase
1.       Pertanian, perternakan, kehutanan, perikanan
281,3
17,6
68,0
15,9
2.       Pertambangan dan penggalian
191,8
11,9
39,8
9,3
3.       Industri pengolahan
402,6
25,0
113,7
26,7
4.       Listrik, gas dan air
29,1
1,8
7,5
1,8
5.       Bangunan
92,4
5,7
25,3
5,9
6.       Perdagangan, hotel dan restoran
258,9
16,1
69,3
16,2
7.       Pengangkutan dan komunikasi
97,3
6,0
33,6
7,9
8.       Keuangan, sewa dan jasa perusahaan
105,6
6,5
29,9
7,0
9.       Jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan)
151,0
9,4
39,6
9,3
PRODUK DOMESTIK BRUTO
1.610,0
100,0
426,7
100,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2002.
Pada tabel di atas ditunjukkan bagaimana pendapatan nasional menurut cara produk neto dihitung. Data yang dikemukakan adalah untuk tahun 2002. Data yang dikumpulkan digolongkan kepada berbagai sektor di mana nilai tambah diwujudkan.  Oleh sebab itu data yang dikemukakan dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha.[18]
Tabel di atas menunjukkan berbagai kegiatan ekonomi di Indonesia dan sumbangannya mewujudkan pendapatan nasional. Nilai produksi suatu sektor menggambarkan nilai tambah yang diwujudkan sektor tersebut. Sebagai contoh, misalkan produksi sektor pertanian adalah Rp. 300 triliun dan sektor tersebut membeli bahan mentah dari sektor lain dengan nilai Rp. 100 triliun. Berdasarkan contoh ini dapatlah disimpulkan bahwa sektor pertanian menghasilkan nilai tambah sebanyak Rp. 200 triliun.[19]
c.       Cara Perhitungan III : Cara Pendapatan
Dalam ilmu mikroekonomi telah diterangkan bahwa, faktor-faktor produksi dibedakan menjadi 4 golongan, tanah, tenaga kerja, modal, dan keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi itu digunakan untuk mewujudkan barang dan jasa akan diperoleh berbagai jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Dengan menjumlahkan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu nilai pendapatan nasional lain, yang berbeda dengan yang diperoleh dalam perhitungan pendapatan nasional dengan kedua cara yang dijelaskan sebelumnya.[20]
Sampai sekarang Indonesia belum menggunakan cara ini untuk menghitung pendapatan nasionalnya. Salah satu negara yang menggunakan cara penggolongan data pendapatan nasional seperti cara yang dijelaskan di atas adalah Amerika Serikat.
Pendapatan Nasional Amerika Serikat, 1997 (milyar dolar Amerika)
Jenis kegiatan
Nilai (milyar)
Persentase
1.      Ganjaran untuk pekerja
4.703
70,7
2.      Pendapatan usaha perseorangan
545
8,2
3.      Pendapatan dari sewa
148
2,2
4.      Keuntungan perusahaan perseroan
804
12,1
5.      Bunga bersih neto
450
6,8
Pendapatan Nasional
6.650
100,0

Data yang diberikan menunjukkan bahwa pendapatan nasional Amerika Serikat pada tahun tersebut adalah US$ 6.650 milyar. Nilai ini adalah lebih rendah dari Produk Domestik Bruto Amerika Serikat pada tahun yang sama, yaitu sebesar US$ 8.084 milyar. Hal tersebut disebabkan karena depresiasi, pajak tidak langsung, dan pendapatan neto faktor dari luar tidak termasuk lagi dalam nilai tersebut.[21]
2.      Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nasional
a.       Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.[22]
b.      Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.[23]
c.       Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.[24]
3.      Manfaat Dari Perhitungan Pendapatan Nasional
a.       Menilai Prestasi Kegiatan Ekonomi
Pendapatan nasional pada hakikatnya merupakan ukuran dari sejauh mana perusahaan-perusahaan beroperasi dan mengeluarkan barang-barang dan jasa. Semaki tinggi pendapatan nasional, semakin besar output yang diciptakan dalam suatu negara dan semakin tinggi kapasitas barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan nasional juga berkaitan erat dengan kenaikan kesempatan kerja.[25]
b.      Menentukan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi yang Dicapai
Dengan membandingkan data pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dengan pendapatan nasional riil pada masa lalu akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sudah dapat digolongkan “menggalakkan” apabila tingkat yang dicapai mampu mengurangi tingkat pengangguran.[26]
c.       Memberi Gambaran Mengenai Taraf Kemakmuran
Dalam jangka panjang, apabila data pendapatan per kapita menurut harga tetap di bandingkan, dapat pula diperoleh gambaran tentang peningkatan taraf kemakmuran yang dicapai penduduk suatu negara.  Seterusnya data pendapatan per kapita di berbagai negara dalam satu periode tertentu dapat digunakan untuk membandingkan kesuksesan berbagai negara dalam usaha untuk meningkatkan taraf kemakmuran masyarakatnya.[27]

F.     Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam

Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam.
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih. Empat hal tersebut adalah:
1.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga
Penghitungan pendapatan nasional islami harus dapat mengenali penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa masuk. Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

2.      Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaaan
Peningkatan produksi pertanian di tingkat rakyat pedesaan, umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan di tangan konsumen subur, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendapatan.


3.      Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi islami
Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan Measures for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur hasil, maka MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi kepada kesejahteraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahteraan rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi sesungguhnya sangat bergantung pada tingkat konsumsinya. Meski MEW ini diukur dalam konteks barat, konsep ini sebenarnya menyediakan petunjuk-petunjuk yang berharga untuk memperkirakan level kebutuhan hidup minimum secara islami.

4.      Penghitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah
Sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun merupakan bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam masyarakat Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang mengakar di masyarakat islam.[28]

Dibanding amal sedekah yang sering dikeluarkan umat Islam kepada mereka yang kurang beruntung, sesungguhnya lebih mudah mengestimasi zakat, satu kewajiban pembayaran transfer yang paling penting di negara muslim. Kini sedang diupayakan mengukur pendapatan dari zakat sebagai persentase dari GNP. Pengukuran ini akan sangat bermanfaat sebagai variabel kebijakan di dalam pengambilan keputusan dibidang sosial dan ekonomi, sebagai bagian dari rancangan untuk mengentaskan kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat untuk mengatasi masalah kemiskinan di negara-negara muslim kini tengah menjadi agenda negara-negara tersebut.[29]

 

G.    Kesimpulan

1.      Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam satu periode, biasanya satu tahun
2.      Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun.
3.      Konsep dalam pendapatan nasional antara lain: Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP), Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP), Produk Nasional Neto (Net National Product/NNP), Pendapatan Perorangan (Personal Income), dan Pendapatan Disposabel Perorangan (Disposable Personal Income).
4.      Terdapat 3 cara untuk menghitung pendapatan nasional suatu negara, yaitu cara pengeluaran, cara produk neto, dan cara pendapatan. Manfaat dari penghitungan pendapatan nasional antara lain, menilai prestasi kegiatan ekonomi,menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai, dan memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran. Faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional antara lain, permintaan dan penawaran agregat, konsumsi dan tabungan, serta investasi.
5.      Dalam perspektif Islam, pendapatan nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga, produksi di sektor pedesaaan, kesejahteraan ekonomi islami, dan pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah.

DAFTAR PUSTAKA


Buku
Sukirno, Sadono, MAKROEKONOMI TEORI PENGANTAR, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006.
Gregory, N., Pengantar Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 2003.
Schulte, Charles L., Analisa Pendapatan Nasional, Jakarta: PT Bina Aksara, 1981.
Partadiredja, Ace, Perhitungan Pendapatan Nasional, Jakarta: LP3ES, 1989.
Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Internet
Wikipedia, Pendapatan Nasional, website:http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)
Hari, Pendapatan Nasional, website: http://ekmakro.blogspot.com/2011/09/pendapatan-nasional.html (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)
Erwin, Pendapatan Nasional, website:http://erwin7286.blogspot.com/2011/04/pendapatan-nasional.html (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)
Nita Kumala, Pendapatan Nasional Dalam Perspektif Islam, website: http://thathakd.blogspot.com/2014/01/ekonomi-syariah-pendapatan-nasional.html (online pada hari Jumat, 5 November 2014, pukul 19:00 WIB)



[1]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI TEORI PENGANTAR, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006, hlm. 35-36.
[2]Wikipedia, Pendapatan Nasional, website: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)
[3]Ace Partadiredja, Perhitungan Pendapatan Nasional, Jakarta: LP3ES, 1989, hlm. 25.
[4]Ibid.
[5]Ibid., hlm. 26.
[6]Ace Partadiredja, Perhitungan Pendapatan…, hlm. 27.
[7]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI…, hlm. 34.
[8]Ibid., hlm.35.
[9]Ibid.
[10]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI…, hlm. 35.
[11]N. Gregory Mankiw, Pengantar Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 2003, hlm. 10.
[12]Ibid.
[13]Ibid.
[14]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI…, hlm. 39.
[15]Ibid., hlm. 41-42.
[16]Ibid., hlm. 42.
[17]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI …, hlm. 42.
[18]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI …, hlm. 43.
[19]Ibid.
[20]Ibid., hlm. 44-45.
[21]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI …, hlm. 45.
[22]Wikipedia, Pendapatan Nasional, website: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)
[23]Wikipedia, Pendapatan Nasional, website: http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional (online pada hari Sabtu, tanggal 6 September 2014, pukul 13:00 wib)Ibid.
[24]Ibid.
[25]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI …, hlm. 55.
[26]Ibid., hlm. 56.
[27]Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI …, hlm. 56.
[28]Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 197.
[29]Nita Kumala, Pendapatan Nasional Dalam Perspektif Islam, website: http://thathakd.blogspot.com/2014/01/ekonomi-syariah-pendapatan-nasional.html (online pada hari Jumat, 5 November 2014, pukul 19:00 WIB)

No comments: